K-POP · TUGAS

Perubahan Sosial Budaya Remaja Indonesia Akibat Korean Wave

417629_04165530092014_korea_indonesia

Intro: Tulisan ini adalah murni hasil pemikiran saya dengan beberapa referensi yang saya baca dan dibuat untuk memenuhi tugas suatu mata kuliah. Dapat menjadi referensi untuk pengunjung dan pembaca di blog ini. Studi Kasus yang saya angkat juga tidak jauh dari K-Pop karena mudah ditemukan di kehidupan sekitar saya.

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan, baik berupa perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas serta perubahan lambat ataupun cepat. Perubahan-perubahan pada masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku sosial, interaksi sosial, dan lain sebagainya.

Perubahan dalam masyarakat memang telah ada sejak zaman dahulu. Oleh karena itu, perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat dunia masa kini merupakan suatu hal yang wajar. Bahkan pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain berkat adanya teknologi dan komunikasi modern.

Salah satu bentuk perubahan nyata yang bisa kita lihat akhir-akhir ini adalah perubahan sosial budaya pada remaja akibat budaya Korea (Korean Wave). Sejak beberapa tahun terakhir, hampir disetiap media massa ataupun saluran televisi di Indonesia menyuguhkan berbagai hal bernuansa Korea. Mulai dari drama Korea, fashion Korea dan musik populer Korea (K-Pop) sangat digandrungi oleh remaja saat ini.

Budaya Korea (Korean Wave) pada abad ke-21 dapat dikatakan berhasil menyaingi Hollywood dan Bollywood dalam melebarkan sayap budayanya ke dunia Internasional, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, kami membuat makalah ini dengan tujuan untuk menganalisis bagaimana perubahan perilaku remaja Indonesia akibat pengaruh budaya Korea yang ikut melanda Indonesia.

 

1.2 Studi Kasus

Di masa ini, tidak jarang kita menemukan remaja yang lebih menyukai musik barat ataupun musik Korea (K-Pop) daripada musik  dalam negeri. Apalagi remaja putri. Kalau sudah disebutkan satu band asal Korea Selatan, pasti aura fangirl langsung muncul begitu saja.

Fenomena K-Pop atau Korean Lover semakin menjamur di kalangan muda-mudi sekitar kita. Fans Club para aktor, penyanyi, girlband ataupun boyband asal Negeri Gingseng ini juga semakin tidak tanggung-tanggung lagi jumlah membernya. Berbagai nama sudah semakin familiar bahkan bersatu dengan nafas para insan muda pecinta Korea. Sebut saja Super Junior, SNSD, Big Bang, 2PM, EXO, SHINee atau bahkan aktor tampan Lee Min Ho, Lee Jong Suk, dan masih banyak lagi.

Setiap kali ada artis Korea datang ke tanah air, ribuan remaja rela merogoh kocek hingga jutaan rupiah, melalui perjalanan jauh, lalu berdesak-desakan dan teriak-teriak histeris memanggil nama sang Idola. Kecintaan terhadap Korea bahkan tidak berhenti di dunia hiburan saja, namun merambah ke bidang lifestyle seperti model pakaian, makanan, model rambut, belajar bahasa Korea sampai gaya ber-selfie pun banyak yang ­Korea banget.

Tidak sampai disitu saja, bahkan para remaja penggemar Korea rela mengorbankan waktu dan uang untuk mencari tahu segala hal yang berkaitan dengan idola mereka melalui internet serta membeli album dan aksesoris yang mereka gunakan.

Tentu saja antusias para remaja Indonesia yang sangat menggemari Korea mulai membuat blog, jejaring sosial, dan bahkan sampai membuat suatu kelompok atau perkumpulan yang khusus membahas Korea agar lebih memudahkan mereka mencari informasi terbaru mengenai drama, fashion, artis, kuliner dan berbagai hal tentang Korea. (Sumber : Isigood.com)

 

1.3 Data-Data Sekunder

Berikut perolehan data-data sekunder yang ikut melibatkan 10 remaja Indonesia (8 perempuan, 2 laki-laki) :

No. Alasan Menyukai budaya Korea (Korean Wave) Jumlah Pemilih (Remaja)
1. Musik Korea (K-Pop) 5
2. Drama Korea 2
3. Artis Korea (Boyband dan Girlband) 3
4. Fashion (Gaya Berpakaian)
5. Bahasa dan Kuliner
6. Tarian Modern

 

No. Awal Mula Mengenal budaya Korea (Korean Wave) Jumlah Pemilih (Remaja)
1. Media massa (majalah, koran, dll) 1
2. TV 4
3. Teman atau Keluarga 3
4. Sosial Media 2

(Sumber : upnjatim.ac.id)

 

1.4 Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui apa sajakah faktor-faktor yang menyebabkan remaja Indonesia bisa mengenal dan menyukai budaya Korea (Korean Wave).
  2. Untuk menjelaskan serta menganalisis bagaimana perubahan perilaku remaja Indonesia akibat pengaruh budaya Korea (Korean Wave).

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1 Definisi

Perubahan sosial[1] :

  1. William F. Ogburn, perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun yang inmaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur kebudayaan inmaterial.
  2. Kingsley Davis, perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
  3. Maclver, perubahan-perubahan sosial dikatakan sebagai perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social relationship) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial.
  4. Gillin dan Gillin, perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.

Perubahan kebudayaan :

Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas. Sudah barang tentu ada unsur-unsur kebudayaan yang dapat dipisahkan dari masyarakat, tetapi perubahan-perubahan dalam kebudayaan tidak perlu mempengaruhi sistem sosial.

Kingsley Davis, perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya, yaitu kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, dan seterusnya, bahkan perubahan-perubahan dalam bentuk aturan serta aturan-aturan organisasi sosial.

 

2.2 Faktor-faktor Penyebab Perubahan Sosial dan Kebudayaan

  1. Bertambah atau berkurangnya penduduk.
  2. Adanya enemuan-penemuan baru.
  3. Adanya pertentangan (konflik) masyarakat.
  4. Terjadinya pemberontakan atau revolusi.
  5. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia.
  6. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

 

2.3 Faktor-faktor Pendorong Perubahan Sosial dan Kebudayaan

  1. Adanya kontak dengan kebudayaan lain.
  2. Sistem pendidikan formal yang maju.
  3. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju.
  4. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang.
  5. Sistem terbuka lapisan masyarakat.
  6. Penduduk yang heterogen.
  7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.

 

2.4 Faktor-faktor Penghambat Perubahan Sosial dan Kebudayaan

  1. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.
  2. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.
  3. Sikap masyarakat yang sangat tradisional.
  4. Adanya rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan.
  5. Adanya prasangka terhadap hal-hal baru atau asing.
  6. Adat atau kebiasaan.

 

2.5 Teori-teori modern Mengenai Perubahan Sosial

[2]Teori-teori modern yang terkenal ialah, antara lain, teori-teori modernisasi para penganut pendekatan fungsionalisme seperti Neil J. Smelser dan Alex Inkeles, teori ketergantunga. Andrd Gunder Frank yang merupakan pendekatan konflik, dan teori mengenai sistem dunia dari Wallerstein.

Di antara teori-teori klasik dan teori-teori modern kita dapat menjumpai benang merah. Sebagaimana halnya dengan pandangan mengenai perkembangan masyarakat secara linear yang dikemukakan oleh tokoh klasik seperi Comte dan Spencer, maka teori-teori modernisasi pun cenderung melihat bahwa perkembangan masyarakat Dunia Ketiga berlangsung secara evolusioner dan linear dan bahwa masyarakat bergerak ke arah kemajuan, dari tradisi ke modernitas. Para penganut teori kontlik, di pihak lain, melihat bahwa perkembangan yang terjadi di Dunia Ketiga justru menuju ke keterbelakangan dan pada ketergantungan pada negara¬negara industri maju di Barat.

Teori modernisasi menganggap bahwa negara-negara terbelakang akan menempuh jalan sama dengan negara industri maju di Barat sehingga kemudian akan menjadi negara berkembang pula melalui proses modernisasi (lihat Light, Keller and Calhoun, 1989). Teori ini berpandangan bahwa masyarakat-masyarakat yang belum berkembang perlu mengatasi berbagai kekurangan dan masalahnya sehingga dapat mencapai tahap “tinggal landas” (take-off) ke arah perkembangan ekonomi. Menurut Etzioni-Halevy dan Etzioni transisi dari keadaan tradisional ke modernitas melibatkan revolusi demografi yang ditandai menurunnya angka kematian dan angka kelahiran; menurunnya ukuran dan pengaruh keluarga; terbukanya sisem stratifikasi; peralihan dari struktur feodal atau kesukuan ke suatu birokrasi; menurunnya pengaruh agama; beralihnya fungsi pendidikan dari keluarga dan komunitas ke sistem pendidikan formal; munculnya kebudayaan massa; dan munculnya perekonomian pasar dan industrialisasi (lihat Etzioni-Halevy dan Etzioni, 1973:177).

Teori ketergantungan. Menurut teori ketergantungan (dependencia) yang didasarkan pada pengalaman negara-negara Amerika Latin ini (lihat antara lain, Giddens, 1989, dan Light, Keller and Calhoun, 1989) perkembangan dunia tidak merata; negara-negara industri menduduki posisi dominan sedangkan negara-negara Dunia Ketiga secara ekonomis tergantung padanya. Perkembangan negara-negara industri dan keterbelakangan negara-negara Dunia Ketiga, menurut teori ini, berjalan bersamaan: di kala negara-negara industri mengalami perkembangan, maka negara-negara Dunia Ketiga yang mengalami kolonialisme dan nco¬kolonialisme, khususnya di Amerika Latin, tidak mengalami “tinggal landas” tetapi justru menjadi semakin terkebelakang.

Teori sistem dunia. Menurut teori yang dirumuskan Immanuel Wallerstein ini (lihat Giddens, 1989 dan Light, Keller dan Calhoun, 1989) perekonomian kapitalis dunia kini tersusun atas tiga jenjang: negara-negara inti, negara-negara semi-periferi, dan negara-negara periferi. Negara-negara inti terdiri atas negara-negara Eropa Barat yang sejak abad 16 mengawali proses industrialisasi dan berkembang pesat, sedangkan negara-negara semi-periferi merupakan negara-negara di Eropa Selatan yang menjalin hubungan dagang negara-negara inti dan secara ekonomis tidak berkembang. Negara-negara periferi merupakan kawasan Asia dan Afrika yang semula merupakan kawasan ekstern karena berada di luar jaringan perdagangan negata-negara inti tetapi kemudian melalui kolonisasi ditarik ke dalam sistem dunia. Kini negara-negara inti (yang kemudian mencakup pula Amerika Serikat dan Jepang) mendominasi sistem dunia sehingga mampu memanfaatkan sumber daya negara lain untuk kepentingan mereka sendiri, sedangkan kesenjangan yang berkembang antara negara-negara inti dengan negara-negara lain sudah sedemikian lebarnya sehingga tidak mungkin tersusul lagi.
2.6 Pola Perubahan Sosial

  1. Pola Linear

Etzioni-Halevy dan Etzioni (1973:3-8), menurut pemikiran ini perkembangan masyarakat mengikuti suatu pola yang pasti. Pemikiran mengenai pola perkembangan linear kita temukan dalam karya Comte (lihat Comte, 1877 dalam Etzioni-Halevy dan Etzioni, ed., 1973:14-19). Menurut Comte kemajuan progresif peradaban manusia mengikuti suatu jalan yang alami, pasti, sama, dan tak tcrelakkan. Dalam teorinya yang dikenal dengan nama “Hukum Tiga Tahap,” Comte mengemukakan bahwa sejarah memperlihatkan adanya tiga tahap yang dilalui peradaban. Pada tahap pertama yang diberinya nama tahap Teologis dan Militer, Comte melihat bahwa semua hubungan sosial bersifat militer; masyarakat senantiasa bertujuan menundukkan masyarakat lain. Semua konsepsi teoretik dilandaskan pada pemikiran mengenai kekuatan-kekuatan adikodrati. Pengamatan dituntun oleh imajinasi; penelitian tidak dibenarkan.

Tahap kedua, tahap Metafisik dan Yuridis, merupakan tahap antara yang menjembatani masyarakat militer dengan masyarakat industri. Pengamatan masih dikuasai imajinasi tetapi lambat laun semakin merubahnya dan menjadi dasar bagi penelitian Pada tahap ketiga dan terakhit, tahap Ilmu Pengetahuan dan Industri, industri mendominasi hubungan sosial dan produksi menjadi tujuan utama masyarakaL Imajinasi telah digeser oleh pengamatan dan konsepsi-konsepsi teoritik telah bersifat positif.

  1. Pola Unilinier

Pemikiran unilinear kita jumpai pula dalam karya Spencer (lihat Spencer, 1892 dalam Etzioni-Halevy dan Etzioni, ed., 1973:9-13). Spencer mengemukakan bahwa struktur sosial berkembang secara evolusioner dari struktur yang homogen menjadi heterogen. Perubahan struktur berlangsung dengan diikuti perubahan fungsi. Suku yang sederhana bergerak maju secara evolusioner ke arah ukuran lebih besar, keterpaduan, kemajemukan, dan kepastian sehingga terjelma suatu bangsa yang beradab.

Comte dan Spencer berbicara mengenai perubahan yang senantiasa menuju ke arah kemajuan. Namun ada pula pandangan unilinear yang cenderung mengagung-agungkan masa lampau dan melihat bahwa masyarakat berkembang ke arah kemunduran–suatu pandangan yang oleh Wilbert E. Moore (1963) dinamakan “primitivisme.”

  1. Pola Siklus

Menurut pola siklus, masyarakat berkembang laksana suatu roda, kadang kala naik diatas, kadang kala turun kebawah berdasarkan contoh yang telah dikemukakan oleh etzioni-halevy dan etzioni. Pola siklus mencerminkan bahwa kebudayaan tumbuh berkembang dan pudar laksana perjalanan gelombang, yang muncul mendadak, berkembang dan kemudian lenyap.

Pandangan mengenai siklus dapat dijumpai dalam karya vilfredo pareto mengenai sirkulasi kaum elite menemukakan bahwa dalam tiap masyarakat terdapat dua lapisan, lapisan bawah atau nonelite dan lapisan atas, dan terbagi lagi kedalam dua kelas, elite yang berkuasa dan elite yang tidak berkuasa. Menurut pareto aristokrasi senantiasa akan mengalami transformasi, sejarah menu jukan bahwa aristokrasi hanya dapat bertahan untuk jangka waktu tertentu saja dan akhirnya akan pudar ntuk selanjutnya akan diganti oleh satu aristokrasi baru yang berasal dari bawah.

  1. Gabungan beberapa pola

Sejumlah teori menampilkan penggabungan antara kedua pola tersebut. Salah satu diantarannya adalah teori konflik karl max. pandangan karl max bahwa sejarah pandangan manusia merupakan sejarah perjuangan terus menerus antara kelas-kelas dalam masyarakat sebenarnya mengandung permulaan pendangan siklus karena setelah suatu kelas berhasil mengasai kelas lain menurutnya siklus serupa akan terulang lagi.

 

2.7 Kebudayaan

[3]Kebudayaan adalah sebuah konsep yang definisinya sangat beragam pada abad ke 19, istilah kebudayaan umumnya digunakan untuk seni rupa, sastra, filsafat, ilmu alam, dan music yang menunjukan semakin besarnya kesadaran bahwa seni dan ilmu pengetahuan diterima oleh lingkungan sosialnya.

Budaya adalah daya dari budi, yang berupa cipta, rasa, dan karsa. Sedangkan kebudayaan adalah hasil cipta, rasa, dan karsa. Budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan,  nilai, sikap, makna, hierarki, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi, dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui individu dan kelompok.

  1. Wujud-wujud Kebudayaan
  2. Sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma, peraturan, dan sebagainya.
  3. Sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
  4. Berupa benda-benda hasil karya manusia.
  5. Faktor-faktor Kebudayaan
  6. Ras
  7. Lingkungan geografis
  8. Perkembangan teknologi
  9. Hubungan antar bangsa
  10. Sosial
  11. Religius
  12. Prestise
  13. Mode
  14. Pewaris Kebudayaan

Dalam kenyataannya, pewaris kebudayaan bersifat vertikal yakni dari generasi tua kepada generasi muda dan horizontal yakni yang terjadi di dalam pergaulan masyarakat seperti dari teman-temannya.

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

 

3.1 Awal Mula Remaja Indonesia Mengenal Budaya Korea

Berdasarkan perolehan data-data sekunder yang melibatkan 10 remaja Indonesia, 4 diantaranya menyatakan bahwa mereka mengikuti perkembangan budaya Korea melalui televisi, seperti program acara musik, drama dan film Korea yang ditayangkan hampir disetiap saluran televisi Indonesia. Kemudian, 3 remaja lainnya mengaku mengenal budaya Korea dari teman ataupun keluarga mereka yang juga telah mengenal dan menyukai budaya Korea. Media massa dan sosial media yang sering kali menyuguhkan berita ataupun informasi terbaru mengenai Korea pun menjadi salah satu alasan 3 remaja lainnya bisa mengenal budaya Korea.

Hal tersebut menunjukkan bahwa perkembangan IPTEK dalam konteks ilmu komunikasi mempunyai pengaruh yang besar dalam memperkenalkan budaya Korea yang memang telah menjamur diberbagai belahan dunia terutama pada kaum muda Indonesia yaitu dengan melalui media massa, internet, sosial media dan televisi. Sama halnya dengan apa yang diungkapkan William F. Ogburn yang menyatakan bahwa, “kondisi teknologis menyebabkan terjadinya perubahan” (Soerjono Soekanto, 2013:264).

Dengan kata lain, hanya remaja Indonesia yang mempunyai alat komunikasi dan sering mengikuti perkembangan ataupun pemberitaan di media massa, baik itu televisi dan juga sosial media yang dapat membuat para remaja mengenal budaya Korea. Sebaliknya, remaja Indonesia yang minim akan penggunaan teknologi dan alat komunikasi, sangat jarang mengenal budaya Korea itu seperti apa. Misalnya, para remaja yang tinggal di pedalaman.

3.2 Faktor Penyebab Remaja Indonesia Menyukai Budaya Korea

  1. Musik Korea (K-Pop)
  2. Musik Korea bersifat easy listenning.
  3. Musik Korea memiliki banyak jenis, ada yang cocok untuk dance, ada yag cocok untuk dihayati (ballad).
  4. Lirik lagunya mempunyai arti yang bagus.
  5. Drama Korea
  6. K-Drama ceritanya bagus, simple, beragam, dan mengandung nilai-nilai kehidupan.
  7. Rata-rata panjang episode K-Drama hanya sampai 16 atau maksimal 20 episode tapi tetap menarik untuk ditonton dan tidak bertele-tele seperti sinetron Indonesia.
  8. Pemain drama yang menarik, aktornya ganteng dan aktrisnya cantik.
  9. Artis Korea (Boyband dan Girlband)
  10. Pekerja keras, terbuti dari usahanya mengikuti trainee bertahun-tahun.
  11. Hidup untuk fans, rela mengeluarkan seluruh tenaganya demi kesenangan fans.
  12. Multitalented, bisa bernyanyi , dance, serta acting.
  13. Gaya Berpakaian (Fashion)
  14. Style Fashion Korea keren dan juga unik.
  15. Gaya elegan, maskulin, dan enak dipandang adalah ciri khas gaya berbusana Korea.
  16. Kuliner

Kuliner Korea memiliki keunikan tampilan dan rasa.

  1. Tarian Modern K-Pop

Memiliki gaya tarian tidak biasa dan unik.

 

3.3 Perubahan Perilaku Remaja Indonesia Akibat Pengaruh Budaya Korea

Adapun beberapa perubahan yang sangat menonjol adalah sebagai berikut :

No. Sebelum Sesudah
1. Hanya berhubungan/membentuk kelompok dengan teman-teman di lingkungan sekitarnya. Cenderung berhubungan dan membentuk kelompok sesama penyuka Korean Wave baik dalam/luar negeri. Contoh : fandom boyband/girlband K-Pop dan kelompok dance cover K-Pop.
2. Walaupun kurang begitu mengerti budaya lokal, setidaknya masih berpikir untuk mempelajarinya. Lebih tertarik untuk mengetahui dan mempelajari budaya Korea ketimbang budaya lokal.
3. Lebih bisa memilih menghabiskan uang untuk membeli barang yang memang dianggap sangat penting. Sering menghabiskan uang banyak hanya untuk membeli barang-barang berbau Korea bahkan sampai rela mengeluarkan uang jutaan rupiah hanya untuk membeli tiket konser artis Korea yang diidolakan.
4. Masih dapat memperhatikan hal-hal yang terjadi pada lingkungan sekitarnya. Kurang memperhatikan lingkungan sekitarnya karena lebih suka menghabiskan waktu bermain sosmed /mengakses internet untuk mencari berita terbaru tentang Korea.
5. Cenderung berpikir cukup mempelajari dan menguasai Bahasa Inggris saja. Dengan mengenal budaya Korea, mempelajari selain bahasa Inggris yaitu bahasa Korea dianggap sebagai suatu keharusan.

 

Secara sadar atau tidak, budaya Korea telah membuat suatu perubahan perilaku dan gaya hidup pada invidu remaja itu sendiri. Sebagai contoh, ketika seorang remaja telah menyukai penyanyi boyband atau girlband yang memang menjadi ciri utama dalam memperkenalkan musik Korea (K-Pop), individu remaja tersebut rela menghabiskan uang banyak hanya untuk melihat secara langsung idolanya. Bagi mereka itu adalah suatu hal yang biasa dan sangat diterima oleh individu remaja itu sendiri.

Sama halnya dengan apa yang diungkapkan Gillin dan Gillin, “perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan materil, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat” (Soerjono Soekanto, 2013:263).

 

3.4 Faktor Penyebab Perubahan

Faktor penyebab perubahan perilaku terhadap remaja Indonesia tidak lain adalah pengaruh kebudayaan lain yang menyebabkan akulturasi yaitu adanya percampuran dua kebudayaan (Indonesia dan Koreaa). Sebagai contoh, seorang remaja yang telah mengenal budaya Korea akan ikut terpengaruh pada gaya berpakaian modern Korea. Akibatnya, para remaja tersebut cenderung menggabungkan gaya berpakaian modern Korea dipadukan dengan gaya berpakaian keseharian mereka. Memang, beberapa gaya Korea tidak sesuai dengan budaya Indonesia, akan tetapi hal itu tidak terlalu menjadi masalah karena mereka selalu berusaha untuk menyesuaikan dengan etika yang berlaku di Indonesia atau tidak terlalu berlebihan dalam menerapkan gaya berpakaian Korea.

Sama halnya seperti apa yang diungkapkan Koentjaraningrat, “akulturasi merupakan proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebakan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.”

 

3.5 Faktor Pendorong Perubahan

  1. Adanya kemajuan teknologi di bidang komunikasi.

Budaya Korea mempengaruhi remaja Indonesia yang telah memiliki ataupun memanfaatkan berbagai teknologi komunikasi masa kini melalui akses internet yang dapat terjangkau ataupun melalui televisi dan jejaring sosial.

  1. Adanya pengaruh individu atau masyarakat lain.

Remaja yang awalnya mengetahui budaya Korea karena teman ataupun kerabat dekatnya sering menceritakan atau membahas hal apapun tentang Korea, sangat memungkinkan mereka akan ikut terpengaruh pula.

  1. Adanya sikap terbuka dengan keinginan untuk maju.

Seorang remaja yang telah mengenal budaya Korea, mulai dari musik, kuliner, gaya berpakaian, dan sebagainya. Maka, secara tidak langsung mereka juga akan mengetahui bagaimana bahasa Korea. Para remaja tersebut cenderung memiliki keinginan untuk mengenal lebih banyak bahasa selain bahasa Inggris yang telah mereka dapatkan saat pembelajaran di sekolah.

 

 

BAB IV

PENUTUP

 

4.1 Kesimpulan

Perubahan sosial yang terjadi pada remaja Indonesia akibat pengaruh Korean Wave sebenarnya tidak terlalu mempengaruhi lembaga-lembaga masyarakat yang ada. Tetapi perubahan sosial itu terjadi pada individu remaja itu sendiri. Sebagai contoh, para remaja tersebut cenderung berhubungan dan membentuk kelompok sosial sesama penyuka Korean Wave baik dalam ataupun luar negeri.

Perubahan kebudayaan yang terjadi pada remaja Indonesia akibat pengaruh Korean Wave adalah terjadinya akulturasi yaitu adanya percampuran dua kebudayaan (Indonesia dan Koreaa). Sebagai contoh, seorang remaja yang telah mengenal budaya Korea akan ikut terpengaruh pada gaya berpakaian modern Korea. Akibatnya, para remaja tersebut cenderung menggabungkan gaya berpakaian modern Korea dipadukan dengan gaya berpakaian keseharian mereka.

 

4.2 Saran

Walaupun dampak yang ditimbulkan akibat pengaruh Korean Wave tidak selalu hal-hal negtif, tetapi ada baiknya kalangan masyarakat dan keluarga dapat membantu menanamkan rasa kepercayaan diri dan motivasi yang tinggi serta pengakuan positif sehingga akan sangat membantu mereka lebih tumbuh dalam mencintai, melestarikan, dan ikut memajukan budaya bangsa sendiri.

 

[1] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hlm. 262-287.

[2] Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Jakarta, 2004, hlm. 203-207.

[3] H. R. Warsito, Antropologi Budaya, Ombak, Yogyakarta, 2012, hlm. 48-61

Tinggalkan komentar